Oleh: Laili Etika Rahmawati, S.Pd., M.Pd.
Terlepas dari perdebatan antara kelompok yang pro dan
kontra, keberadaan bahasa remaja adalah sebuah fakta bahasa yang patut
dicermati. Sebagai sebuah bentuk variasi bahasa, bahasa remaja adalah sebuah
fenomena yang akan terus berubah dan terus ada yang dicoraki dengan pola dan
karakteristik yang berbeda seiring dengan perubahan umat manusia. Perubahan itu
akan selaras dengan zaman, teknologi, dan media yang dipakai. Penggunaan bahasa
Indonesia oleh remaja seringkali mengalami “abreviasi”.
Menurut Kridalaksana (2008) abreviasi adalah proses
morfologis berupa penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi
leksem sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata. Peristiwa abreviasi
kata atau ujaran dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu singkatan, perubahan
huruf, dan pemakaian kata lain.
Singkatan merupakan hasil proses pemendekan yang berupa
huruf atau gabungan huruf baik yang dieja huruf demi huruf maupun yang tidak
dieja huruf demi huruf. Misalnya: Aq
= aku; tw = tahu; dy = dia; jLz = jelas; Kyx =
kayaknya; lw =kalau; gi = lagi; nda = ndak = tidak; makasih
= terima kasih.
Perubahan huruf terdiri atas pergantian huruf dan
penambahan huruf. Pergantian huruf misalnya: s ditulis z (uzh =usah; jlz
=jelas); t ditulis d (skid = sakit;
lwad = lewat; sngad =sangat); y ditulis
i (saiank = sayang); au atau ua ditulis
w (lw = kalau; sswtu = sesuatu; ia ditulis y (dy = dia); ng ditulis k
(yk = yang); dan nya ditulis x (jmplx = jempolnya). Penambahan huruf
misalnya: aq….Gk…Tauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu….mw….nuliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiizzzzz..ap@?
(aku tidak tahu mau menulis apa?)
Pemakaian kata lain ialah pemakaian kata selain dari
bahasa Indonesia untuk sebuah konsep yang sebenarnya sudah ada padanannya di
dalam bahasa Indonesia. Misalnya: Hehehe
…ol lwad hp ue? (Hai online lewat handphone ya?). pemakaian
kata ol =online dan hp =handphone menunjukkan pemakaian
istilah bahasa Inggris yang dapat digantikan oleh daring (dalam jaringan) dan
tg (telepon genggam).
Kutipan di atas
menunjukkan bahwa seorang penutur dapat memutuskan untuk memakai sebuah bentuk
bahasa ditentukan oleh konteks. Remaja
yang menggunakan bahasa remaja biasa disebut dengan komunitas Alay alias anak layangan.(Solopos, 13 September 2012, halaman 5)