PBSID FKIP UMS

Minggu, 26 Agustus 2012

Kedwibahasaan


Oleh: Laili Etika Rahmawati
 Kedwibahasaan merupakan fenomena yang ada dan hidup di setiap negara di dunia. Kedwibahasaan merupakan hal yang terdapat di mana-mana baik di negara-negara yang secara resmi monolingual apalagi di negara-negara yang bilingual. Kedwibahasaan merupakan cara hidup alamiah ratusan juta manusia di bumi.
Jika diyakini bahwa bahasa dapat menyebabkan konflik, maka kedwibahasaan penting kita perhatikan karena dapat memunculkan permasalahan. Permasalahan yang bertalian dengan kedwibahasaan bukan hanya menjadi masalah linguistik, tetapi juga menjadi masalah politik , sosial, dan pendidikan.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Jawa tidak mungkin terlepas dari kedwibahasaan. Penggunaan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan tidak menimbulkan masalah, sedangkan perbedaan akan menimbulkan masalah, khususnya bagi siswa dalam belajar bahasa kedua, dalam hal ini bahasa Indonesia.
Ada beberapa perbedaan yang lazim kita temui dalam perilaku berbahasa di masyarakat, di antaranya adalah penggunaan akhiran dalam bahasa Jawa, sedangkan bahasa Indonesia tidak.
Contoh:
Dolanane adik  (mainan adik)
Sawahe bapak (sawah bapak)
Di dalam kenyataannya pemakaian bahasa Indonesia yang dilakukan oleh siswa yang berbahasa ibu bahasa Jawa sering mengatakan ‘mainannya adik’ dan ‘sawahnya bapak’ yang merupakan bentuk yang tidak tepat.
Perbedaan selanjutnya yaitu struktur kata yang tidak sama antara frasa bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
Contoh:
Ngarep dewe (paling depan)
Amba dewe (paling luas)
Perbedaan ini sering menimbulkan terjadinya interferensi bagi siswa yang belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Mereka sering mengatakan ‘depan sendiri’ (Tika duduk di bangku depan sendiri) atau (Di kursi paling depan sendiri Tika duduk).
Selain dua perbedaan di atas terdapat juga perbedaan penggunaan kata bilangan dalam frasa.
Contoh:
Kebo telu (tiga ekor kerbau)
Kertas selembar (selembar kertas)
Perbedaan ini sering mengakibatkan terjadinya interferensi, seperti terlihat pada kalimat:
Pak Andi membeli kerbau tiga ekor.
Amir memberiku kertas selembar.
            Berdasarkan deskripsi di atas, maka permasalahan yang timbul akibat perbedaan antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia perlu diantisipasi sedini mungkin dengan cara memahami perbedaan masing-masing bahasa sehingga tidak terjadi hambatan dalam mempelajari bahasa kedua dan kesalahan yang terjadi tidak dianggap sebagai suatu kelaziman (Solopos, 23 Agustus 2012, halaman 5)