PBSID FKIP UMS

Kamis, 16 Februari 2012

Namaku Sarah


Namaku Sarah. Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya susunan tulang yang dibalut seonggok daging, kemudian ditiupkan ruh ke dalamnya oleh Zat yang Maha mencipta. Ya, ruh. Ruh itu yang membuatku ada, membuatku menangis dan tertawa, tidur dan terjaga. Kadangkala aku bertanya, seperti apa wujudnya. Mengapa dia bisa pergi tanpa diduga. Meninggalkan jasad yang kemudian tak bisa berbuat apa-apa.
Kemana perginya? Adakah suatu tempat yang mengumpulkan mereka bersama ruh-ruh lainnya. Akhirat. Begitu kata mereka. Tapi, seperti apa akhirat? Di mana? Bagaimana bisa? Semuanya hanya ada dalam imajinasi yang tak terjangkau, dalam labirin maya yang selalu membuatku bertanya-tanya.
Satu yang meyakinkan aku. Bahwa semua itu ada. Aku ada di sini pasti ada sebabnya. Ada yang menciptakan aku beserta sekian juta makhluk lainnya di bumi ini dengan segala keangungan-Nya. Itulah yang mendamparkanku di sini, di tempat yang memberikan jawaban atas semua pertanyaanku. Menyejukkan padang gersang hatiku.
Namaku sarah. Usiaku sembilan belas tahun. Hidupku adalah milikku. Dalam kuasaku. Senang rasanya ketika bisa bernyanyi dengan suara merdu. Padahal siapa pemberi suara itu? Bagaimana kalau Dia mengambilnya karena tak kugunakan untuk memuji-Nya? Bangga rasanya melihat wajah cantik di cermin kamarku. Siapa yang membuatnya begitu? Bagaimana  jika tiba-tiba Dia mengubahnya? Aku takkan kuasa. Bahagia rasanya ketika bisa berbelanja apapun sesuai selera. Tapi bagaimana kalau itu diambilnya? Akankah aku masih bisa tertawa dan merasa suka.
Namaku sarah. Sebersit kurasa iri saat temanku bisa menghafal satu surat di Juz Amma, sedang aku sibuk berdandan menyambut kedatangan Ridwan. Iri saat dia tersenyum tulus menghadapi cobaan, sedang aku menangis tergugu saat diduakan Ridwan. Iri saat kudapati dia khusyuk dalam sujudnya sedang aku tidur terlelap dibuai mimpi. Iri pada semua keluh hidupnya yang selalu dikembalikan hanya pada kekasih-Nya sedang aku selalu mempertimbangkan untung ruginya. Aku selalu jauh tertinggal. Dunia memang terlalu indah menawarkan pesonanya. Aku selama ini selalu dijeratnya tanpa mampu berbuat apa-apa.
Namaku Sarah. Aku mencoba mencari hakikat hidup sebenarnya, karena semua yang kurasakan hanyalah sementara. Segala yang berawal pasti berakhir. Ini sudah menjadi ketetapan. Seperti pagi menggeser malam dan sore mengganti siang. Segala yang bermula akan berkesudahan. Ini sudah keharusan. Seperti juga ada perpisahan di setiap pertemuan, atau kesedihan di tengah kebahagiaan. Begitulah hidup. Berjalan dalam baris sabda alam.
Selama itu pula aku stagnan. Tak kucoba meretas jalan hidup ini dengan kesadaran. Aku larut dalam pergulatan waktu, tanpa bisa mengalahkannya. Aku bukan tak tahu siapa Allah, aku bukan tak tahu siapa Rasulullah. Aku pun hafal rukun iman dan Islam. Tapi memaknainya lebih dalam belum pernah kulakukan. Kuikuti saja omongan orang bahwa beragama tak harus fanatik, bahwa yang penting shalat kita tak terlupakan. Bahwa hidup kita adalah kebebasan dan jangan sampai ketinggalan zaman.
Namaku Sarah. Kucoba urai makna hidup yang kujalani. Segala yang datang pasti berpulang. Ini sudah ketentuan. Layaknya manusia yang akan selalu kembali pada-Nya. Kematian. Semuanya akan menuju keharibaan pemilik-Nya. Selama ini aku menganggap hal itu biasa saja, toh semuanya yang bernyawa akan mengalaminya. Tapi kemudian bagaimana jika setiap jiwa dimintai pertanggungjawabannya? Bagaimana jika setiap inci tubuh kita akan jadi saksi atas segalanya? Akankah aku masih bisa berkata bahwa hidupku adalah kuasaku? Sedang yang serba Maha di sana akan meminta diri kita sepenuhnya.
Ampuni hamba ya Rabb, hamba kehilangan nurani dan suara hati. Aku telah menjalani hidup semauku, tidak dalam garis-Mu. Aku telah menyia-nyiakan nikmat yang kau berikan ya Rabb, tak terhitung. Bahkan setiap tarikan nafasku adalah nikmat-Mu, yang insyaaAllah mulai detik ini akan selalu teriring zikir untuk-Mu. Setiap kedipan mata adalah juga nikmat-Mu. Bagaimana mungkin aku bisa berpaling ya Allah.
Namaku Sarah. Aku kini berada dalam komunitas orang-orang yang memuji-Mu ya Rabb. Aku ingi mencintai-Mu, tunduk dalam aturan-Mu, dan taat dalam garis-Mu. Berikan ketetapan di hati ini ya Rabbi agar hamba yang rapuh ini akan selalu tegar menghadapi apa pun yang terjadi. Hingga suatu saat nanti ketika bertemu dengan-Mu, hamba punya keberanian menatap wajah-Mu.
Namaku Sarah. Aku hanya susunan tulang yang dibalut seonggok daging, kemudian ditiupkan ruh ke dalamnya oleh Zat yang Maha Mencipta. Aku Sarah. Hamba Allah seutuhnya (Sumber: Di Bawah Naungan Cahaya Illahi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar